RENGASDENGKLOK, awal proses Proklamasi RI

Back to >> Kota Kita

Sejarah perjuangan Indonesia menuju kemerdekaan mengalami banyak kenangan. Dari perang gerilya hingga perumusan dan pembacaan naskah proklamasi, semuanya meninggalkan saksi-saksi bisu yang sampai sekarang masih bisa dinikmati.

Perumusan Naskah Proklamasi

Menegok sejarah perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia, ada beberapa peristiwa penting yang menasional dan terjadi di beberapa bagian kota di Indonesia. Jalur napak tilas kali ini melangkah mundur, ke 61 tahun yang lalu.

Saat itu, 16 Agustus 1945, pukul 04.30 WIB. Sebuah peristiwa terjadi di rumah kepala Negara RI. Orang nomor satu di Indonesia beserta wakilnya, telah diculik oleh sekelompok pemuda dokuritsu zunbi kosasai atau Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang dibentuk Jepang beberapa waktu sebelumnya. Soekarno kemudian dibawa ke sebuah rumah di daerah Rengasdengklok. Di sana terjadi proses kompromi tentang rencana pernyataan kemerdekaan. Banyak di antara para pemuda yang tidak menyetujui hal itu, mengingat PPKI adalah sebuah lembaga yang didirikan oleh Jepang. Dari proses perundingan di Rengasdengklok, akhirnya diperoleh sebuah kesepakatan penting. Presiden Soekarno dan wakilnya, Muhammad Hatta kemudian diboyong ke Jakarta.

Pada pukul 22.00 WIB rombongan ini tiba di rumah Laksamana Muda Tadashi Maeda di Jl Imam Bonjol, Jakarta Pusat. Di tempat inilah naskah proklamasi dirumuskan oleh Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan Mr. Ahmad Soebardjo, lalu diketik oleh Sayuti Melik. Naskah Proklamasi Kemerdekaan RI ini ditandatangani Soekarno-Hatta atas nama bangsa Indonesia, pada saat menjelang waktu Shubuh, tanggal 17 Agustus 1945.

Tempat peristiwa bersejarah ini sampai sekarang masih berada pada lokasi yang sama. Bentuk bangunannya pun tetap sama seperti bentuk ketika pertama kali didirikan sekitar tahun 1920 dengan rancang bangun arsitektur bergaya Eropa.

Beberapa isi ruangan dipertahankan dalam keadaan yang sama dengan kondisinya waktu dulu. Hampir sama persis seperti ketika proses perumusan naskah proklamasi disusun di sana, 61 tahun yang lalu. Kursi dan meja yang sama, serta ruangan-ruangan dengan jendela dan pintu dalam kondisi yang tak diubah bentuk. Ada beberapa dokumen penting yang diletakkan di dalam lemari kaca, misalnya pemutar piringan hitam kuno, kaset VHS yang berisi rekaman acara pembacaan naskah proklamasi kemerdekaan RI tahun 1945, dua lembar pecahan uang kuno, replika naskah proklamasi tulisan tangan, dan berbagai catatan sejarah proklamasi kemerdekaan RI di berbagai kota.

Pemindahan status kepemilikan gedung ini terjadi pada aksi nasionalisasi terhadap milik-milik bangsa asing di Indonesia. Gedung ini juga pernah digunakan sebagai kantor Perpustakaan Nasional. Pada tahun 1992, atas inisiatif Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saat itu, Prof Dr. Nugroho Notosusanto melalui SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.0476/1992 tanggal 24 November 1992, gedung ini ditetapkan menjadi Museum Perumusan Naskah Proklamasi hingga sekarang.

Museum ini dibuka untuk umum setiap harinya, kecuali hari Senin dan Hari Besar. Hari Selasa s/d Minggu, museum dibuka sejak pukul 08.30 s/d 14.30 WIB dengan harga karcis masuk yang sangat murah. Hanya dengan biaya masuk Rp750,- untuk dewasa perorangan, dan Rp250,- untuk anak-anak. Bahkan untuk pengunjung rombongan, harga tiket masuknya lebih murah. Hanya berkisar Rp100,- s/d Rp250,- per orang.

Gedung museum dan isinya yang terawat baik, kini banyak memberikan nilai-nilai edukatif, khususnya tentang sejarah Proklamasi Kemerdekaan RI. Pengunjung yang datang, umumnya adalah para murid, pelajar, siswa, para mahasiswa serta turis-turis mancanegara. Museum Perumusan Naskah Proklamasi juga sering menerima tamu dari Kedutaan Jepang.

Menurut Yuwono, salah satu pegawai Tata Usaha di Museum Perumusan Naskah Proklamasi Kemerdekaan RI, pihaknya bahkan sering menerima tamu dalam jumlah yang banyak. Satu rombongan bisa mencapai 500 orang.

Selain menerima kunjungan para tamu, di tempat ini juga sering dilakukan diskusi-diskusi yang berkaitan dengan sejarah Proklamasi Kemerdekaan RI. Bahkan pihak pengelolanya sekarang Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala di bawah naungan Departemen Kebudayaan dan Pariwisata telah membuat program acara yang diadakan setiap tahun, dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan RI.

Berdasarkan penuturan Yuwono, Biasanya acara spesial ini digelar dengan tema napak tilas proklamasi kemerdekaan RI. Acara puncaknya dilaksanakan pada tanggal 16 Agustus seiap tahun. Menurut rencana, akan ada karnaval dengan rute Jl. Imam Bonjol No.1 s/d ke Gedung Pola (Gedung Perintis Kemerdekaan di Jl. Proklamasi). Selain dihadiri oleh beberapa orang penting dari jajaran Departemen Pariwisata dan Kebudayaan, acara ini juga akan diramaikan dengan karnaval menarik. Beberapa pihak yang pernah terlibat adalah klub motor-motor kuno, mobil-mobil kuno, kelompok sepeda-sepeda antik, dan kelompok drum band dari SMA YAPENAS Jakarta.

Sejarah Dimulai dari Pegangsaan Timur

Sejarah kemerdekaan RI sebenarnya dimulai dari sebuah rumah yang terletak di Jl. Pegangsaan Timur No. 56. Di sanalah naskah Proklamasi Kemerdekaan RI dibacakan untuk pertama kalinya oleh Presiden Soekarno pada tanggal 17 Agustus pada pukul 09.52 WIB. Namun pada kenyataannya, rumah bersejarah ini sudah tidak ada lagi sejak tahun 1960. Sejak Soekarno bersepakat dengan Pemerintah Jakarta (masa pemerintahan Henk Ngantung) untuk merenovasinya, maka sejak itu bangunan ini dipugar rata dengan tanah, dan tak sedikitpun bangunan yang tersisa darinya.

Hingga pada tahun 1961, Presiden Soekarno meresmikan pembuatan Tugu Petir di lokasi yang sama. Tugu berbentuk silinder mencapai tinggi yang lebih dari 8 meter dengan simbol petir yang ada di puncaknya itu, kini berdiri di depan sebuah gambar Soekarno dalam siluet hitam putih yang menjulang tinggi menjadi latar belakangnya.

Kemudian, pelataran sebelah baratnya, dibuatkan dua patung Sekarno-Hatta yang berdiri berdampingan. Mirip dengan dokumentasi foto ketika naskah proklamasi pertama kali dibacakan. Di tengah-tengah dua patung proklamator setinggi 3 meter-an ini, ada naskah proklamasi yang dicetak besar-besar di atas lempengan batu marmer hitam, dengan susunan dan bentuk tulisan mirip dengan naskah ketikan aslinya. Semua ini, disebut sebagai Tugu Proklamasi, termasuk Tugu Petir yang ada di sebelah kiri patung proklamator.

Tugu Proklamasi yang kini berdiri di tanah lapang kompleks Taman Proklamasi di Jl. Proklamasi (dahulunya disebut Jl. Pegangsaan Timur No. 56), Jakarta Pusat menjadi simbol. Penanda bahwa di tempat patung itu berdiri, di sana pernah terjadi peristiwa bernilai historis panjang hingga kini.

Pada perkembangannya sekarang, lokasi ini pun menjadi tempat pilihan bagi berkumpulnya para demonstran untuk menyuarakan pendapat-pendapatnya. Lain halnya ketika sore menjelang. Pada hari-hari yang biasa, para penduduk yang tinggal tak jauh dari lingkungan taman ini kerap berkunjung ke Tugu Proklamasi untuk berbagai aktivitas.

Tempat ini menjadi tempat favorit anak-anak bermain, karena arealnya yang luas dan bersih. Bahkan terkadang dijadikan arena berolahraga, tempat berkumpul dan bertemu, atau hanya untuk duduk-duduk saja menghabiskan sore hingga senja datang. Karena banyaknya pengunjung setiap sore, khususnya setiap Sabtu dan Minggu, para pedagang pun tak mau melewatkan kesempatan untuk menangguk keuntungan. Ada pedagang bakso, makanan-makanan gorengan, bahkan penjual balon. Tugu Proklamasi juga menjadi tempat yang spesial untuk acara peringatan Hari Kemerdekaan RI tiap tahunnya. TC Ayu (WisataNet.com)

 
Template by : uniQue template  |  Modified by : Rudi "SEMUT"