Menebas Tebing, Meretas Gamping

Jika diantara Pembaca pernah melakukan perjalanan ke sebuah tempat pengolahan Batu Kapur, maka akan melihat pemandangan yang “keras”. Keras karena memang bahan baku pembuatan kapur adalah batuan kapur (yang dikenal sebagai gamping) yang ditambang dari pegunungan kapur. Selain itu “keras” karena memang untuk memperoleh hasil kapur yang bagus perlu proses yang memeras keringat dan menguras tenaga.

Batu gamping yang diambil dari hasil “menebas” gunung kapur, selanjutnya diangkut ke tempat pengolahan. Batuan kapur terebut diretas menjadi beberapa bagian kecil untuk selanjutnya dibakar di dalam tungku pembakaran. Bahan bakar yang biasa digunakan ditempat ini biasanya adalah ban-ban mobil bekas. Di tempat lain mungkin menggunakan kayu bakar sebagai bahan bakar.

Sejumlah tempat pengolahan kapur berderet di sebuah daerah sebelah selatan Karawang, dan ada beberapa yang sempat penulis singgahi. Siang itu ketika penulis singgah di salahsatu tempat, sedang terjadi pembakaran batuan gamping di dalam tungku. Tanah yang penulis pijak sudah memutih akibat pecahan dan tumpahan kapur. Asap hitam pekat membumbung ”menodai” angkasa yang jernih siang itu. Sementara itu beberapa pekerja terlihat sedang meretas dan membelah gamping yang baru turun dari truk. Ironis memang, dikala bahan bangunan atau bahan baku industri lainnya berupa kapur sangat diperlukan serta penciptaan lapangan kerja yang banyak dibutuhkan di daerah, ternyata harus ada yang dikorbankan yaitu lingkungan. Sudah jelas polusi udara akibat pembakaran ini tidak dapat dihindari yang berujung pada gangguan pernafasan para pekerja atau masyarakat sekitar akibat menghirup debu kapur yang cukup berbahaya bagi paru-paru.

Mungkin perlu dipikirkan cara lain atau bahan bakar lain yang dapat mengurangi polusi udara akibat pembakaran karet ban bekas yang selama ini digunakan, misalnya batubara. Hanya memang ongkos yang dibutuhkan untuk pengolahan kapur ini menjadi sangat mahal, serba dilematis. Alam menyediakan bahan, manusia mengolahnya. Hanya kearifan dan keluhuran akal dan budi manusia yang dapat menyeimbangkannya. Lingkungan dan sumber daya alam adalah bukan warisan peninggalan nenek moyang akan tetapi titipan dari ”anak cucu” generasi yang akan datang.

-------------------

Reportase : Buddy Nugraha
Foto-Foto : ErRudi Arrazak

 
Template by : uniQue template  |  Modified by : Rudi "SEMUT"